November 14, 2019

Pekerja Rumah Tangga: Saya Tak Boleh Menggunakan Lift Majikan

| November 14, 2019 |

www.Konde.co bersama Feminist Festival 2019, bekerjasama dalam kampanye "Kami Ingin Kamu Tahu" sebagai medium untuk menghapus stigma masyarakat mengenai identitas seseorang terutama bagi teman-teman dari kaum marjinal. Kampanye ini juga bertujuan untuk mengapresiasi keberagaman dan memberi suara bagi mereka yang selama ini pengalamannya kurang terungkap. Tulisan yang akan dipublikasikan hingga akhir November 2019 ini merupakan salah satu bagian dari kampanye tersebut. Feminist Festival 2019 akan dilaksanakan pada 23-24 November 2019, di Wisma PKBI, Kebayoran Baru, Jakarta. Ikuti sosial media @femfestid untuk informasi lebih lanjut.


*YS- www.Konde.co

Sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT), saya mengalami banyak diskriminasi di tempat saya bekerja, seperti ketika saya bekerja di apartemen, saya tak boleh menggunakan lift yang sama yang digunakan oleh majikan.

Entah darimana peraturan ini, tiba-tiba saya dicegah petugas keamanan yang tidak memperbolehkan saya masuk lift. Ternyata lift tersebut adalah lift khusus untuk majikan, sedangkan saya hanya boleh naik melalui lift barang. Katanya ini peraturan yang dikeluarkan oleh manajemen apartemen.

Kepedihan dalam bekerja sebenarnya banyak saya alami, namun kejadian tadi bisa membuat saya tiba-tiba menangis. Inilah salah satu diskriminasi yang saya rasakan. Apa yang salah jika saya menjadi pekerja rumah tangga? Apakah kelas kami berbeda dengan kelas majikan dan orang lainnya?

Diskriminasi lain yang saya terima yaitu saya tak boleh duduk di tempat area tunggu di sekolah anak majikan. Ini terjadi ketika saya menjemput anak majikan. Sekitar tahun 2012 saat saya bekerja apartemen, saya juga pernah mendapatkan diskriminasi. Pada saat itu majikan menyuruh saya menjemput anaknya disekolah yang dekat dengan apartemen itu, karena ada bangku kosong didepan dan arena jam keluar anak majikan masih beberapa menit lagi keluar dari kelas, akhirya saya duduk dibangku itu, kebetulan bangku itu kosong.

Tapi tiba tiba security datang dan menghampiri saya untuk tidak duduk dibangku itu, saya dengan spontan menjawab ,”Kenapa pak, khan bangku itu kosong, lagipula saya sedang menjemput anak majikan,” tanya saya sontak waktu itu.

Pak security menjawab bahwa yang boleh duduk dibangku itu hanya majikan, ini merupakan peraturan sekolah, security hanya menjalankan peraturan.

Nama saya YS, saya bekerja sebagai PRT sudah 10 tahun lebih, tepatnya sejak tahun 2009 saya mulai bekerja. Pekerjaan PRT ini saya pilih karena saat itu saya tidak mempunyai ijasah setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), sekolah saya berhenti karena faktor keadaan ekonomi. Dan saat itu kondisi ekonomipun tidak cukup untuk menghidupi 3 anak dengan suami saya yang kala itu bekerja di bengkel.

Walau menjadi PRT tidaklah mudah dan gampang, dengan hanya bisa membersihkan rumah saja, kita tak bisa menjadi PRT. Tapi harus juga mempunyai ketrampilan dalam menjalankan pekerjaan dan harus punya inisiatif mengerjakan pekerjaan lain jika majikan sedang tidak di rumah.

Selain diskriminasi, ketidakadilan dalam pekerjaan juga pernah saya alami, yaitu ketika saya bekerja yaitu di tahun 2010, bekerja dengan orang ekspatriat atau warga negara lain.

Namun baru 3 minggu bekerja, majikan mengeluarkan saya dengan alasan barang dia ada yang hilang, betapa terkejut saya dengan kejadian itu, tapi karena saya tidak tahu menahu barang apa yang dimaksud dan dimana hilangnya, maka saya beranikan diri untuk menyuruh majikan saya ini melaporkan hal ini ke polisi.

Waktu itu dia langsung meminta maaf dan bicara bahwa masalah ini tidak usah diperpanjang. Saya ingat kata kata teman saya yang pernah bekerja di rumah itu, bahwa majikan tersebut sudah 3 kali ganti PRT, yang paling lama hanya saya 3 minggu bekerja. Saat itu saya hanya berpikir itu tidak adil bagi saya, yang sedang membutuhkan pekerjaan, tapi dengan tanpa sebab majikan memberhentikan saya dari pekerjaan dan malah menuduh saya mencuri.

Kemudian saya bekerja di sebuah apartemen di Kawasan Kemang, dengan jam kerja partime/ paruh waktu. Saat itu saya bekerja sudah 3 bulan, majikan sudah tahu jam kerja saya, karena dari awal saya sudah bicara bahwa sebagai pekerja partime, saya juga punya pekerjaan di tempat lain, dan iapun setuju.

Tapi saat saya masih bekerja di unit lain di apartemen yang sama, majikan tersebut dengan tiba-tiba menyuruh saya datang ke apartemennya dan mengerjakan banyak hal. Ketika saya bilang jika saya masih bekerja dan 5 menit lagi akan kesana karena harus berpamitan terlebih dahulu dengan majikan saya yang satu, ia marah besar dan mengancam akan memotong gaji saya.

Karena terus dimarahi, akhirnya saya keluar dari pekerjaan di rumah majikan saya tersebut. Tapi malah dia menahan upah saya. Harusnya saat itu saya medapatkan upah Rp. 900 ribu, tapi dia hanya memberikan upah Rp. 600 ribu dengan alasan dipotong setiap saya telat.

Disitu saya benar-benar sedih, upah yang saya harapkan tidak sesuai yang saya dapat. Padahal banyak keperluan untuk sehari hari, kebutuhan untuk anak-anak saya.

Saat itu saya memberanikan diri untuk mengatakan pada majikan tentang kecurangan upah ini, namun saya tetap tidak mendapatkan gaji yang seharusnya.

Itu adalah kenyataan yang ada di lingkup kerja saya sebagai PRT, ketidakadilan dan diskriminasi di tempat kerja dan masih banyak cerita lainnya yang mungkin lebih tidak adil lagi.

*YS,
sehari-hari bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT).




from konde https://ift.tt/2XavQNT Wanita Sehat

No comments:

Post a Comment

Back to Top