Kominfo menuding aktris, Tara Basro telah menyebarkan konten pornografi lantaran unggahannya di media sosial. SAFEnet melihat apa yang dilakukan Kominfo adalah sebagai bentuk pencekalan suara perempuan dan semakin melanggengkan pemikiran bahwa tubuh perempuan adalah obyek pornografi
*Luviana- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Tara Basro, sebelumnya memposting cerita Instagram dengan sebuah gambar yang diberi teks “WORTHY OF LOVE”, terjemahan dari layak mendapat cinta dan postingan serupa di Twitter dengan tambahan teks “Coba percaya sama diri sendiri”.
(https://ift.tt/38oHLLN) yang diposting pada 3 Maret 2020 pukul 8.58 WIB
dan cuitan di Twitter https://twitter.com/TaraBasro/status/1234840995906248704?s=20) pada hari sama di pukul 9.00 WIB.
“Dari dulu yang selalu gue denger dari orang adalah hal jelek tentang tubuh mereka, akhirnya gue pun terbiasa ngelakuin hal yang sama.. mengkritik dan menjelek2an. Andaikan kita lebih terbiasa untuk melihat hal yang baik dan positif, bersyukur dengan apa yang kita miliki dan make the best out of it daripada fokus dengan apa yang tidak kita miliki. Setelah perjalanan yang panjang gue bisa bilang kalau gue cinta sama tubuh gue dan gue bangga akan itu. Let yourself bloom.”
Dalam kedua postingan tersebut, ada unggahan foto diri Tara yang menunjukkan tubuhnya dalam situasi tidak berbusana, namun dengan kondisi payudara dan vagina yang tidak terlihat.
Atas pelabelan pornografi yang diberikan Kominfo pada Tara Basro ini, Organisasi Southeast Asia Freedom of Expression Network atau SAFEnet mengkritik apa yang dilakukan Kominfo, karena menurut SAFEnet seluruh postingan yang diunggah Tara Basro dilakukan untuk menyuarakan body positivity. Body positivity adalah inisiatif untuk menghargai secara positif segala bentuk dan tampilan tubuh di luar dari mitos kecantikan yang diagungkan sebagai standar kecantikan di masyarakat dan bisa bersifat toksik, terutama bagi perempuan.
Dua postingan kini sudah dihapus, namun Tara dilabeli mengunggah konten pornografi oleh Kominfo.
Sebelumnya Tirto.id (https://ift.tt/2Ii0zlt), menulis soal pelabelan pornografi yang muncul dalam pernyataan Kepala Biro Humas Kominfo Ferdinand Setu. Ferdinand menyebutkan bahwa konten yang diunggah Tara telah “menafsirkan ketelanjangan” dan memenuhi unsur Pasal 27 ayat 1 UU ITE tentang melanggar kesusilaan, meskipun bagian payudara dan vaginanya tertutup. Ia menyebutkan akan segera “take down” (menurunkan) dua postingan yang menunjukkan ketelanjangan tersebut bila tidak dilakukan oleh Tara sendiri.
Kepala Sub Divisi DARK atau Digital At-Risks SAFEnet, Ellen Kusuma melihat pelabelan pornografi yang dilakukan Kominfo pada unggahan Tara ini adalah tindakan abai dan buta konteks atas ekspresi yang dimaksud oleh Tara. Karena sebuah konten tidak hadir dalam ruang hampa. Produksi dan pemahamannya dipengaruhi dan dibatasi oleh konteks.
“Bahaya sekali ini. Nanti jika ada seorang perempuan kalau melihat badannya tidak sesuai dengan standar kecantikan di masyarakat, makin tidak percaya diri, atau mendapatkan perundungan, bisa dihukum.”
Menurut Ellen Kusuma, dengan pernyataan tidak sensitif seperti itu yang datang dari institusi negara, selain mencekal suara perempuan, malah melanggengkan pemikiran bahwa tubuh perempuan adalah obyek semata yaitu dianggap sebagai obyek pornografi.
“Mestinya dilihat konteksnya juga, tidak bisa hanya gambar saja,” kata Ellen Kusuma.
Menurutnya, pelabelan yang tidak tepat dan menyesatkan atas unggahan Tara Basro ini malah mengundang warganet untuk berbondong-bondong mencari tahu foto mana yang dimaksud.
Di sisi lain, Ellen juga mengkritik bahwa Pasal 27 Ayat 1 UU ITE yang memiliki bias gender. Sebelumnya, menurut SAFEnet, pasal karet 27 Ayat 1 UU ITE dipakai juga untuk menekan Youtuber Kimi Hime karena kontennya yang dianggap vulgar, sampai Kimi Hime harus menghapus kontennya.
“Selalu tubuh perempuan yang diatur-atur atau perempuan yang terkena dampak negatif lebih besar bila terkait dengan isu kesusilaan atau pornografi,” tambah Ellen.
Ellen melihat bahwa postingan Tara yang mengangkat isu body positivity adalah contoh yang baik dan juga bisa memantik diskusi dan mengedukasi publik agar tidak melakukan bentuk kekerasan berbasis gender online, seperti body shaming.
“Warganet menanggapi postingan Tara dengan positif, melihatnya sebagai wujud self-love atau terjemahan dari mencintai diri sendiri, dan tidak melihatnya sebagai pornografi. Kominfo malah begini.”
Oleh karena itu, SAFEnet sebagai organisasi regional yang memperjuangkan hak-hak digital warga, sangat menyayangkan pernyataan gegabah Kominfo yang melabeli postingan Tara Basro, yang menyuarakan body positivity sebagai bentuk pornografi.
SAFEnet juga mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang Pasal 27 Ayat 1 UU ITE yang tidak memiliki kejelasan unsur sehingga bersifat multitafsir dan pada implementasinya memiliki bias gender yang merugikan perempuan, mendorong pemerintah untuk memperhatikan dan melindungi hak-hak perempuan dalam bersuara di dunia maya dan meminta warganet untuk selalu mencerna konten di media sosial dengan melihat pada konteksnya.
(Foto: youtube)
*Luviana, setelah menjadi jurnalis di media mainstream selama 20 tahun, kini menjadi chief editor www.Konde.co dan menjadi dosen pengajar ilmu komunikasi di sejumlah universitas di Jakarta. Pedagoginya dalam penulisan isu media, perempuan dan minoritas
from konde https://ift.tt/2TmG7pU Wanita Sehat
No comments:
Post a Comment