April 10, 2020

Bagaimana Cara Menyusui yang Aman Dari Risiko Penularan Corona?

| April 10, 2020 |





Seorang pekerja migran Laos dan bayinya menunggu untuk kembali ke negaranya setelah Thailand menerapkan lockdown parsial di Bangkok dan lima provinsi lainnya, 23 Maret 2020.
EPA/NARONG SANGNAK



Andini Pramono, Australian National University

Serangan pandemi COVID-19 yang kini mencapai lebih dari 200 negara dan teritorial menyebabkan 2,6 miliar orang kini menjalani isolasi diri sesuai dengan rekomendasi pemerintah di seluruh dunia.


Salah satu kelompok rentan dalam bencana penyakit menular massal ini adalah para ibu yang menyusui bayi berusia di bawah dua tahun. Bayi dan anak-anak termasuk kelompok yang rentan tertular COVID-19, meski dengan alasan yang belum diketahui, tingkat kematiannya cukup rendah dibanding pada orang usia lanjut. Kondisi ini menyebabkan kebingungan pada kaum ibu, terutama apakah mereka masih bisa menyusui anaknya atau tidak pada masa sulit ini.


Sejumlah organisasi global seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), Asosiasi Konsultan Laktasi Internasional (ILCA), Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) merekomendasikan para ibu masih terus dapat menyusui anaknya di tengah masa pandemi COVID-19 saat ini.


Air susu ibu (ASI) memiliki komposisi unik yang berubah sesuai dengan usia dan kebutuhan masing-masing bayi. Kandungan ASI yang meliputi immunoglobulin A (IgA), laktoferin, leukosit, dan zat gizi lainnya, juga memiliki peran untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak.


Di seluruh dunia, sekitar 41% bayi di bawah usia 6 bulan disusui eksklusif dan 70% anak hingga usia 1 tahun dan 45% anak hingga 2 tahun masih disusui.


Sampai artikel ini ditulis, belum banyak penelitian terkait menyusui bayi di tengah pandemi COVID-19 yang dipublikasikan. Sebagian besar penelitian sedang berlangsung. Satu penelitian pada sampel terbatas berkesimpulan tidak ditemukan virus COVID-19 pada ASI ibu yang terinfeksi. Ini artinya COVID-19 tidak menular melalui ASI.


Virus mengubah keadaan


Pandemi ini tidak hanya berdampak pada kesehatan, namun juga sosial dan ekonomi masyarakat.


Penerapan kebijakan social distancing dan gerakan bekerja dan belajar dari rumah, menyebabkan banyak masyarakat, terutama yang bekerja di sektor informal dan penerima upah harian, kehilangan pendapatan.


Penurunan pendapatan bisa menyebabkan para orang tua kesulitan memenuhi kebutuhan pokok dan nutrisi berkualitas, terutama pada keluarga yang memiliki bayi.


Perubahan pola hidup yang drastis ini juga membawa dampak psikologis seperti perasaan cemas berlebihan, stres, perasaan terisolasi, gangguan pada fungsi dan rutinitas harian.


Bagi orang tua yang memiliki anak kecil, menyusui dapat memberikan solusi pada masalah ini. Selain pemenuhan nutrisi anak, menyusui juga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan ibu, termasuk kesehatan mental ibu.


Menyusui dapat menurunkan stres, gejala kecemasan, perasaan negatif serta meningkatkan ikatan emosional ibu dan anak. Jadi menyusui sangat bermanfaat bagi ibu dan anak dalam menghadapi wabah penyakit ini.


Lalu bagaimana cara menyusui bayi yang aman dari risiko penularan COVID-19?


Menyusui langsung yang aman


Sampai saat ini proses penularan COVID-19 yang diketahui sama seperti penularan penyakit saluran pernapasan lainnya, yakni melalui cairan/percikan kecil sekali yang dikeluarkan saat bersin, batuk atau bicara.


Orang yang terpapar virus ini dapat menampakkan gejala maupun tidak. Gejala yang muncul antara lain demam tinggi di atas 37,5 derajat Celsius, batuk, dan sesak nafas.


Karena itu, pencegahan penularan COVID-19 masih diutamakan dengan menerapkan higienitas personal yang baik (mencuci tangan dengan air dan sabun, atau pembersih tangan dari bahan alkohol, menutupi mulut dengan tisu saat batuk dan bersin atau melakukannya di bagian dalam siku tangan) serta menjaga jarak sosial antarmanusia.


Jika ibu terpapar virus dan masih dapat terus menyusui, maka teruslah menyusui. Ibu hanya perlu mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir sebelum dan setelah menyusui. Ibu juga disarankan menggunakan masker untuk meminimalkan adanya penularan melalui percikan saat bersin, batuk dan bicara.


Jika ibu terpapar virus dan harus mendapatkan perawatan di rumah sakit, maka pilihan selanjutnya adalah memerah ASI. Hal ini perlu didiskusikan dengan keluarga inti lainnya yang akan ikut merawat bayi selama ibu diisolasi di rumah sakit.


Prosedur memerah susu yang aman


Prosedur memerah dan menyimpan ASI yang aman pada masa pandemi COVID-19 ini sama seperti memerah dan menyimpan ASI pada masa normal, dengan tambahan penekanan prosedur cuci tangan sebelum memegang peralatan.


Begitu pula dengan sterilisasi alat pompa dan media pemberian ASI perah.


Jika ibu tidak memungkinkan memerah ASI selama dirawat di rumah sakit, maka pilihan selanjutnya adalah mencari ibu susu atau donor ASI perah. Sampai saat ini bank ASI biasanya hanya menyediakan ASI perah pada bayi prematur dan bayi sakit di NICU. Sedangkan di Indonesia sampai saat ini belum ada bank ASI.


Prosedur donor ASI perah secara informal yang biasa dilakukan di Indonesia juga perlu perhatian khusus. Meski virus COVID-19 tidak ditemukan dalam ASI, tapi penanganan donor ASI perah secara informal harus melalui prosedur yang aman. Seperti orang tua lebih dulu menggali riwayat kesehatan ibu pendonor dan sebelum diminumkan ke bayi, ASI dari donor dipanaskan untuk membunuh organisme yang merugikan dengan metode flash heating atau pasteurisasi.


Susu formula pilihan terakhir


Pemberian susu formula merupakan pilihan terakhir jika ibu ada akses untuk mendapatkan formula secara terus menerus (perhatikan daya beli masyarakat yang menurun di kondisi seperti ini), ketersediaan air bersih dan listrik untuk pembuatan formula dan sterilisasi media pemberian formula, seperti botol susu pada kondisi pandemi ini.


Ibu perlu memperhatikan prosedur pembuatan dan pemberian susu formula. Seluruh peralatan dan media pemberian susu formula, seperti botol susu dan dot, harus disterilkan.


Jika bayi telah berusia di atas 6 bulan, orang tua dapat memfokuskan pada pemberian makanan tambahan untuk mencukupi kebutuhan nutrisinya.


WHO memiliki panduan pemberian makan pada bayi dan anak pada situasi darurat, termasuk dalam situasi pandemi COVID-19 ini. Pemerintah disarankan memetakan dan menganalisis kondisi dan sumber daya yang ada, termasuk jumlah bayi dan balita, status kesehatan mereka, ketersediaan pangan dan keberlanjutan penyediaan sumber pangan.


ASI merupakan sumber pangan yang dapat diandalkan pada situasi darurat.


Bantuan dari pihak ketiga berupa susu formula tidaklah bijak, mengingat tidak semua wilayah memiliki akses air bersih dan listrik yang cukup untuk pembuatan susu formula yang baik.


Selain itu, dalam situasi darurat, perlu dipertimbangkan pula kemampuan orang tua dalam mengakses susu formula jika bantuan telah dihentikan, baik dari kemampuan finansial maupun akses transportasi.


Oleh karena itu, WHO memberikan rekomendasi untuk mempertimbangkan relaktasi (usaha untuk menyusui kembali anak) pada ibu yang tidak menyusui anaknya.


Pemerintah dapat mengalokasikan sumber dayanya untuk menyediakan tenaga kesehatan terlatih (yang telah mengikuti pelatihan konseling menyusui) dan alat bantu yang dibutuhkan untuk membantu ibu kembali atau terus menyusui selama masa darurat ini.The Conversation


Andini Pramono, PhD Candidate in Health Services Research and Policy Department, Research School of Population Health, Australian National University


Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.



from KONDE https://ift.tt/2RtpVSa Wanita Sehat

No comments:

Post a Comment

Back to Top